Investasi Warren Buffet di Saham Coca Cola
Coca Cola dengan kode saham NYSE : KO adalah salah satu investasi legendaris dari Warren Buffet. Bayangkan saja, opa memegang saham ini sejak tahun 1988 dan hingga tulisan ini dibuat tidak 1 lembar saham pun yang dijual. Berapa keuntungan opa WB dari investasinya ini ? Langsung saja saya ambilkan data dari asisten saya sehari-hari , yaitu ChatGPT
If you had invested $10,000 in Coca-Cola (NYSE: KO) stock at the end of 1988 and held it until May 21, 2025, your investment would have grown substantially, especially if you reinvested all dividends.
📈 Investment Overview
- Initial Investment Date: December 30, 1988
- Initial Share Price: $1.18 (adjusted for splits)
- Number of Shares Purchased: $10,000 / $1.18 ≈ 8,474 shares
- Share Price as of May 21, 2025: $71.68
- Value Without Reinvested Dividends: 8,474 shares × $71.68 ≈ $607,300
Kesimpulannya, jika kita invest 10.000 USD di akhir 1988 maka di 21 May 2025 ini akan menjadi 607.300 USD atau naik sekitar 60x lipat (ini belum termasuk deviden ya).
WB membeli saham Coke tidak menggunakan metode yang ruwet-ruwet, bahkan kalau kita melihat parameter yang biasa dipakai investor pada umumnya PE ratio, di tahun 1988-1990 pembelian saham Coca Cola oleh Berkshire ada di sekitar PE 25x, tentu ini bukan PE yang dianggap “murah” oleh kaum investor saat ini ya.
Keyakinan WB di saham Coke ini ditunjukkan oleh porsi pembelian totalnya yang mencapai 1,3 Billion Dollar atau setara seperempat dari total portfolio Berkshire saat itu. Tulisan kali ini saya akan membahas apa yang membuat Berkshire Hathaway memutuskan untuk membeli saham Coca Cola.
WB berkata, kalau Berkshire tidak invest di perusahaan See’s Candy maka tidak mungkin Berkshire invest di Coca Cola, so sebelum masuk ke sejarah pembelian Coca Cola, kita belajar dahulu secara singkat sejarah akuisisi perusahaan permen See’s Candy.
Sejarah Investasi See Candy
Pada tahun 1972, Berkshire mengakuisisi saham See’s Candy sebesar 25jt dollar, awalnya owner See’s Candy ngotot mintanya 30jt dollar, namun akhirnya deal di angka 25jt dollar.
Kondisi See’s Candy saat itu menghasilkan cashflow sekitar 2 juta dollar setahun. Nilai buku dari See’s Candy hanya 8jt dollar.
Kalau diakuisisi di harga 25jt dollar, berarti See’s Candy dihargai di PBV 3,125x dan 12,5x arus kas. Kalau laba dan arus kasnya kurang lebih setara, maka bisa dikatakan PE See’s Candy sekitar 12,5x saat itu.
Sekali lagi angka ini bukanlah dipandang rendah seperti ajaran-ajaran value investor di mana belilah perusahaan yang PBV dan PE serendah-rendahnya.
Lantas apa yang dilihat oleh WB dan Munger di perusahaan ini ?
See’s Candy didirikan tahun 1921 dan menjadi salah satu perusahaan yang produknya sangat digemari penduduk lokal. Berkshire melihat, See’s Candy mempunyai salah 1 business moat yang sangat kuat, yaitu BRAND.
Penjelasan tentang business moat pernah saya bahas di video ini ya : 5 Business Moats Ala Warren Buffett
Meskipun harga permen dan coklatnya sangat mahal, namun penjualan dari See’s Candy sangat stabil, ini berarti produk dari perusahaan ini mempunyai PRICING POWER yang luar biasa. Dengan adanya pricing power, berarti margin perusahaan sangat lebar.
Model bisnis dari See’s Candy juga simple :
Perusahaan memproduksi permen dan coklat dengan bahan-bahan premium, dijual di toko sendiri baik offline maupun online, as simple as that. Perusahaan tidak menjual produknya ke third party seperti supermaket ataupun distributor-distributor, namun langsung B2C. Kualitas produk yang selalu terjaga dan terdapat kesan eksklusif bagi para customernya.
Selain itu, volume penjualan See’s Candy naik rata-rata 2% per tahunnya.
Ketika diakuisisi, Warren Buffet sendiri yang menentukan pricing harga jualnya , ketika inflasi di US sebesar 3%, harga jual produk-produknya dinaikkan 12% tapi volume tetap bertumbuh walau hanya 2%an saja.
Ini menunjukkan kesetiaan dari para penikmat coklat dan permen See’s Candy, berbeda dengan ice cream Walls yang ketika disaingi dengan es krim murah macam Aice atau Glico yang langsung anjlok penjualannya ya.
12 tahun kemudian di tahun 1984 , See Candy cetak cashflow 13jt dollar setahun.
Nilai bukunya naik dari 8jt menjadi 20jtan dollar.
Pada tahun 2020an , penjualan See’s Candy sudah mencapai 450jtan dollar dengan laba sebelum pajak sekitar 100jtan dollar. Investasi Berkshire yang hanya sebesar 25jt dollar tentu sudah bagger berkali-kali lipat (perusahaan ini tidak IPO dan ada di bawah Berkshire Hathaway).
See’s Candy yang mempunyai brand power luar biasa, dengan penjualan mandiri saja sudah bisa menghasilkan omset ratusan juta dollar, sekarang bagaimana dengan Coca Cola ?
Sejarah Investasi Coca Cola
Di dunia ini, Hanya Cuba dan North Korea yang tidak memiliki produk Coca Cola di negaranya.
Kalau produk-produk dari See’s Candy, WB berfikir ada limitasi orang makan permen gula (fudge) / peanut dalam 1 hari, sedangkan minuman Coca Cola , WB sendiri minum 5 botol sehari sejak usia 6 tahun
Manusia butuh air utk hidup , yang dianjurkan adalah sekitar 3 liter per hari, manusia sendiri prefer air yg ada rasanya dibanding yg air tawar (tidak ada rasanya)
Anak dari Buffett sendiri pernah berkata, jarang sekali lihat papanya minum air mineral biasa.
Ketika Buffett mengulik-ngulik LK dari Coca Cola, ada 1 hal yang sangat menarik perhatiannya.
Insightnya adalah, sejak 1918 - 1987 tidak pernah ada volume penjualan Coca Cola turun 1x pun, walaupun sepanjang periode itu pernah dilanda berbagai krisis. Ini artinya, customer dari Coca Cola tingkat loyalitasnya sangat tinggi dan sekali lagi menunjukkan ada moat BRAND power yang luar biasa.
Manusia memiliki habbit / kebiasaan , kalau anda melihat brand minuman2 baru yg tidak anda ketahui, less likely anda meminum produk tsb dibanding yg sudah anda ketahui
Berbeda dengan restoran, yang biasanya orang mau utk nyoba2, kalau minuman kemasan tidak demikian
Ini juga menjadi salah 1 alasan bagaimana kuatnya dominasi minuman Coca Cola.
Coca Cola IPO tahun 1918 seharga 40$. Pada tahun 1938 WB bertemu dengan seorang penulis artikel Coca Cola yang berkata bahwa, harga saham Coca Cola yang sudah mencapai 3300$ saat itu sudah sangat tinggi, “The party is over”, namun WB berkeyakinan bahwa pesta belum selesai.
Investor sering melihat performa masa lampau sebagai acuan sehingga bisa menjadi bias, investor yang hebat haruslah melihat ke depan.
Business model coca cola :
1. Bottler Coca Cola
Kalau anda berfikir Coca Cola memproduksi minuman beserta kaleng-kalengnya, anda salah besar ! Perusahaan ini hanya memberikan konsentrat dan sirupnya, kemudian mereka memberikan resep berapa banyak air dan gula yang harus dicampurkan supaya menjadi minuman Coca Cola. Selebihnya, para distributor-distributor ini yang harus mencari botol atau kemasannya, mencetak design Coca Cola di kemasannya, bahkan melakukan branding untuk perusahaan Coca Cola, misalnya truk pengangkutannya diberi sticker Coca Cola.
Hal ini menjadikan Coca Cola sangatlah efisien, komponen HPP / COGS sangat rendah, biaya untuk marketing juga rendah (karena sebagian marketing juga dilakukan oleh mitra Bottler). Distributor-distributor ini juga yang harus berjuang memasukkan produk ke supermaket-supermaket ataupun toko-toko di seluruh dunia.
Berbeda dengan perusahaan FMCG lainnya ya, yang harus produksi semua dari produk, kemasan, marketing, branding sehingga costnya jauh lebih besar.
2. Fountain water
Selain menjual minuman kemasan, Coca Cola juga melakukan B2B (Business To Business) dengan gerai-gerai makanan terkemuka di dunia, sebut saja Burger King , McDonalds , KFC yang tiap brand mempunyai puluhan ribu gerai tersebar di seluruh penjuru dunia. Simplenya, Coca Cola memberikan sirup dan konsentrat serta resep air dan gula, kemudian para gerai-gerai ini yang menjual berupa fountain water alias minuman yang kalian biasa beli di McD / KFC ditaruh dalam gelas.
Kalau 1 botol Coca Cola kemasan sekitar 5000 rupiah, ketika anda membeli minuman di gerai-gerai ini tentu harganya jauh lebih mahal, bisa jadi belasan ribu rupiah. Tentu partner-partner dari Coca Cola sangat menyukai hal ini karena margin yang diberikan sangat amat tinggi, ingat Coca Cola tidak keberatan dan tidak perduli dengan harga jual yang ditetapkan tiap-tiap gerai.
Coca Cola happy, pemilik gerai happy, sebagai konsumen pun juga tidak merasa mahal ketika membeli dengan harga tinggi karena biasa sudah dibundling dengan “paket ayam + nasi + minum”.
Kalau See’s Candy yang mengandalkan distribusi penjualannya secara mandiri bisa menghasilkan revenue 500jtan setahun, Coca Cola dengan sistem distribusi seperti ini bisa menghasilkan penjualan sebesar 47 Milyar dollar di tahun 2024 kemarin.
Ada brand2 lain yang mencoba membuat sejenis Coca Cola, seperti Sam's Choice , Virgin Cola yg pada akhirnya gagal. Ada 2 hal penyebab kegagalan menembus dominasi Coca Cola, yg pertama dari economic scale, Coca Cola penjualannya sebesar 2,2Milyar botol per hari. Karena volumenya yang begitu besar, otomatis costnya jadi murah, kalau brand lain jual harga sama ga laku , kalau dijual lebih murah dia bisa ga untung atau untungnya sangat tipis, karena Coca Cola sendiri tidak mengambil untung yang besar dari partner2 mereka.
Yang kedua, krn behaviour konsumen utk minuman kemasan ini sulit berpindah ke merk lain. Salah satu brand yang bisa mengambil market dari Coca Cola adalah Pepsi dengan gimmick advertise jeniusnya. Pada tahun 1975, seorang marketing jenius dari Pepsi bernama Allan Pottasch berfikir, sulit sekali mengalahkan Coca Cola dari segi brand, oleh karena itu ia coba “menelanjangi brand Coca Cola” dari masyarakat dengan melakukan Pepsi Blind Test.
Ada 2 botol yang tidak ada merknya, dan masyarakat disuruh untuk membandingkan lebih memilih mana antara minuman 1 dengan lainnya, dan ternyata mayoritas memilih PEPSI ! Kebanyakan responden berkata rasanya lebih manis dan enak. Iklan ini menjadi iconik di dunia yang menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan strategi pemasaran yang tepat.
Coca Cola pun tidak tinggal diam melihat market sharenya diambil oleh Pepsi selama hampir 10 tahunan, hingga pada tahun 1985, Coca Cola berusaha menghentikan “efek” dari marketing ini dengan meluncurkan produk “New Coke”.
Buffet melihat, Coca Cola sendiri sangat cash rich namun pengelola investasinya sangat ngawur dan mereka membeli perusahaan2 yg bisnisnya jauh lebih jelek dari Coca Cola sendiri.
Hingga pada tahun 1981 ada 2 orang manajemen baru yg masuk Roberto Goizueta dan Don Keogh , mereka mempelajari investasi2 yg dilakukan Coca Cola ini dan memutuskan untuk menjual semua bisnis2 di luar core bisnis Coca Cola.
Kemudian mengalokasikan Buyback saham Coca Cola sendiri hingga tahun 1987 (selama 7 tahun), karena mereka melihat buat apa invest di perusahaan yang bahkan lebih jelek dan tidak ada nilai tambah bagi Coca Cola ?
Berkshire mencermati hal ini makanya mereka masuk di Coca Cola tahun 1988 sebanyak 400jt lembar.
Keraguan yg sering didengar utk produk seperti Coca Cola ini adalah masalah gula.
Di sini Buffet jg secara brilian berkata dalam beberapa kali Berkshire Annual Meeting bahwa dia adalah konsumen Coca Cola sejak usia 6 tahun. Bahkan waktu WB usia 86 tahun di Annual meetingnya dia berkata "Saya sebenarnya ingin tahu, kalau saya punya saudara kembar yg tidak minum Coca Cola sama sekali, makan brokoli, ketika usia 86 seperti saya saat ini lebih sehat mana , saya atau dia ?"
Menurut dia , kebahagiaan seseorang jauh lebih berarti untuk kesehatan daripada permasalahan gula.
Pemikiran terakhir dari Buffet dan Munger sebelum berinvestasi di Coca Cola adalah,
Kalau kita dikasih uang misal 100Milyar dollar, disuruh menggeser dominasi Coca Cola , apakah bisa ?
Dengan berbagai brainstorming di antara mereka , akhirnya mereka sepakat bahwa walaupun ada crazy rich yang gelontorkan dana besar untuk bersaing dengan Coca Cola , mereka percaya Coca Cola tetap akan bertahan.
Studi kasus ini menurut saya sangat menarik bagaimana kita sebagai investor saham benar-benar melihat kualitas perusahaan, memahami business model, melihat kemungkinan tantangan yang dihadapi dan akhirnya sebagai bahan pertimbangan keputusan investasi. Hal ini sangat jarang dilakukan oleh investor saham saat ini yang kebanyakan akan langsung melihat berapa PE perusahaan , berapa PBV perusahaan atau bahkan investor yang ngakunya seorang value investor namun dasar pembeliannya adalah spekulasi dari corporate action.