Sebenarnya akhir-akhir ini saya tergelitik dengan salah satu perkataan orang tua saya, awalnya saya ditanya simpel saja “Katanya kamu bikin perusahaan investasi? Kok ga pernah keliatan kerjanya?”. Saya jelaskan kalau investasi itu bukan pekerjaan yang seperti kerja pada umumnya kelihatan aktif kesana kemari atau duduk dengan tangan sibuk membuat sesuatu. Investasi itu kerjanya tidak tampak, karena sebagian besar ada di dalam pikiran saja (ya sebenarnya kalau saya ke toko swalayan beli biskuit kentang “Tricks” itu dalam rangka pekerjaan investasi juga, sedang mencoba produk milik PT. Jaya Swarasa Agung, Tbk, tapi ini lebih terlihat aktivitas konsumtif dibanding bekerja). Setelah saya jelaskan, beliau menimpali “Oh, itu kerjaan orang malas. Investasi itu cocok buat orang yang sudah tua-tua itu sudah ga kuat badannya”. Nah, kalimat terakhir ini yang membuat saya tergelitik.
Oh, ya saya lupa menceritakan, sebelumnya di periode 2010 hingga 2019-an memang secara keseharian saya lebih tampak sibuk kesana kemari, berpakaian sangat rapi dengan sesekali mengenakan jas, karena pada waktu itu masih aktif menjalankan profesi lawyer, double job dengan investasi juga. Tapi bedanya waktu itu hanya mengelola portofolio investasi pribadi dan beberapa anggota keluarga saja.
So, di artikel kali ini saya ingin sedikit sharing tentang pekerjaan investasi yang terlihat “malas” dan tidak “produktif” ini…
Investasi bukanlah pekerjaan yang terlihat produktif atau setidaknya tidak tampak seperti pekerjaan produktif yang secara luas kita ketahui pada sebagian besar cerita sejarah. Misalnya, apabila pekerjaan seseorang adalah sebagai pengrajin rokok maka sebagian besar waktu dihabiskan untuk memproduksi rokok, kalau pekerjaanmu sebagai broker property maka habiskanlah waktumu semaksimal mungkin untuk berkeliling mencari listingan properti dan menghubungi orang-orang di database Anda untuk menawarkannya dan banyak contoh-contoh lainnya. Orang-orang yang bekerja di perusahaan baik dari skala kecil maupun besar juga sebagian besar dituntut untuk bekerja sehari minimal 8 jam sehari belum termasuk lembur, tidak boleh datang terlambat dan juga tidak boleh pulang lebih awal kecuali ada urusan mendesak dan itupun harus mengajukan izin dulu.
Hal di atas ini sama dengan umumnya manajer investasi. Salah satu bahaya terbesar menjadi manajer investasi professional adalah ekspektasi dari perusahaan tempatnya bekerja untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu: harus datang ke kantor setiap hari tidak boleh terlambat, bekerja berjam-jam sesuai dengan jam masuk-pulang kantor, menghadapi tumpukan email, harus terus memantau portofolio (memeriksa kinerja harga saham setiap saat), membaca dan menonton berita bisnis, dll. Seringkali manajer investasi itu dinilai oleh rekan kerjanya berdasarkan seberapa awal ia tiba di kantor dan seberapa lama ia tetap tinggal dan mereka melakukan itu semua karena tekanan sosial, bukan karena hal-hal tersebut membuatnya menjadi investor yang lebih baik atau menguntungkan klien perusahaan.
Kisah John D. Rockefeller
Dalam buku biografi berjudul “Titan: The Life of John D. Rockefeller, Sr” diceritakan sosok pebisnis bernama John D. Rockefeller (1839-1937), salah satu pengusaha paling sukses sepanjang masa. Bisnis minyaknya yang sukses besar bernama Standard Oil yang kemudian terpecah menjadi 39 perusahaan yang berbeda dan yang paling terkenal adalah ExxonMobil yang mungkin sebagian besar Anda juga mengetahui atau setidaknya pernah mendengarnya. Ia adalah seorang yang suka menyendiri, menghabiskan sebagian besar waktunya sendirian, jarang berbicara, dengan sengaja membuat dirinya sulit didekati dan tetap diam ketika Anda menarik perhatiannya. Seseorang pekerja di salah satu kilang minyaknya yang sesekali pernah mendapat perhatian dari Rockefeller pernah berkata:
“Dia membiarkan orang lain berbicara, sementara dia duduk santai dan tidak berkata apa-apa. Tapi tampaknya dia mengingat segalanya, dan ketika dia mulai berbicara, dia menempatkan segala sesuatu pada tempat yang semestinya.”
Ketika ditanya tentang kesunyian yang seringkali ditunjukkannya dalam rapat-rapat bisnis, Rockefeller sering mengutip sebuah puisi:
“A wise old owl lived in an oak,
The more he saw the less he spoke,
The less he spoke, the more he heard,
Why aren’t we all like that old bird?”
Rockefeller adalah sosok yang unik, semakin banyak saya membaca tentangnya, semakin saya menyadari bahwa dia telah menemukan sesuatu yang kini berlaku bagi puluhan juta pekerja berbasis pikiran. Pekerjaan Rockefeller bukanlah mengebor sumur, memuat kereta, atau memindahkan tong-tong berisi minyak. Tugas utamanya adalah membuat keputusan yang tepat dan membuat keputusan yang tepat itu baginya lebih dari apapun, di atas segalanya. Waktu yang tenang sendirian untuk hanyut dalam pikirannya dalam merenungkan suatu masalah adalah hal yang amat sangat berharga dalam aktivitasnya. Produk Rockefeller (hasil karyanya) bukanlah apa yang dia lakukan dengan tangannya, atau bahkan dengan kata-katanya, ia bukan penjual seminar kiat sukses atau kiat menjadi kaya dalam sekian bulan. Hasil karyanya adalah apa yang dia pikirkan di dalam kepalanya, maka disitulah ia banyak menghabiskan sebagian besar waktu dan energinya.
Tentu saja hal tersebut sangat unik pada zamannya. Hampir semua pekerjaan pada masa Rockefeller mengharuskan untuk TAMPAK melakukan sesuatu dengan tangan. Pada tahun 1870, menurut seorang ekonom bernama Robert Gordon, 46% pekerjaan berada di sektor pertanian dimana para pekerjanya dituntut untuk bangun subuh lalu langsung bekerja hingga terik matahari pas berada di tengah-tengah langit, 35% pekerjaan berada di bidang kerajinan atau manufaktur yang juga pekerjaan yang aktif menggunakan tangan untuk bekerja sepanjang waktu. Apalagi ditambah dengan Henry Ford (pebisnis otomotif paling sukses sepanjang masa), dengan jadwal kerja dari pukul 08.00 hingga 17.00 di pabrik mobil produksi massalnya, aturan yang sangat kaku, seragam, dan tekanan produktivitas per jam yang tinggi, semakin mendikte cara kita memandang bagaimana sebuah pekerjaan seharusnya dilakukan. Hanya sedikit pekerjaan atau profesi yang mengandalkan kecerdasan si pekerjanya. Rockefeller salah satu di antara yang sedikit itu.
Bagaimana dengan budaya di Indonesia?
Jawabannya menurut saya, sama saja! Lihat saja kisah perjalanan hidup Lim Seeng Tee yang harus bekerja super keras berjualan makanan di kereta api jurusan Surabaya-Jakarta setiap hari bahkan tidur pun juga di dalam gerbong kereta api itu. Untuk bisa masuk ke kereta apinya saja sudah untung-untungan karena harus menyelinap masuk di pagi buta, kalau tidak sudah pasti ditangkap dan diusir. Tidak cukup sampai disitu, di saat tidak ada pembeli, Ia belajar meracik tembakau yang tanpa Ia sadari akan merubah nasib hidupnya dan generasi-generasi setelahnya. Inilah cikal bakal PT. HM Sampoerna, Tbk (HMSP). Pabrik rokoknya walaupun sempat terbakar habis setidaknya dua kali, namun sampai saat ini masih berdiri kokoh walaupun sudah bukan milik keluarganya lagi. Cerita yang lain juga mirip, Go Soe Loet (Kapal Api) harus berjalan kaki memikul kopi hasil racikannya dari Kenjeran ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya untuk dijual disana, Eka Tjipta Wijaya (Sinarmas) harus berjualan kembang gula di Makassar dan harus berpikir cara untuk survive dari tentara Jepang, Om William Soerjadjaja (Astra) sudah ditinggal mati ayahnya pada usia 12 tahun sehingga harus bekerja keras berjualan hasil bumi agar bisa melanjutkan hidup dan menyekolahkan adiknya, dan banyak contoh-contoh lainnya termasuk kakek nenek saya yang saya lihat sendiri pada waktu masa kecil saya. Saya yakin sebagian besar para ancestor kalian juga begitu, jadi tidak mengherankan bila memang ada anggapan kalau bekerja itu harus tampak aktif atau sibuk melakukan sesuatu. Tentu saja hal tersebut tidak salah, mereka memang orang-orang hebat yang hasil karyanya masih bisa kita lihat sampai hari ini, namun topiknya kali ini adalah paradigma “bekerja itu harus tampak aktif” tidak peduli jenis pekerjaannya seperti apa.
Pekerjaan-pekerjaan di atas itu memang masuk akal jika pekerjaan kita dituntut untuk memproduksi suatu produk dalam hitungan waktu tertentu (buruh linting rokok bisa melinting 5.000 batang rokok SKT dalam sehari), namun dalam investasi (pekerjaan yang mengandalkan pemikiran), budaya kerja seperti di pabrik rokok SKT Sampoerna itu justru aktivitas yang Kontraproduktif. Investasi bukan pekerjaan manufaktur dan manajer investasi dibayar bukan karena ia aktif bekerja setiap hari tetapi ia dibayar karena keputusannya tepat. Begitu juga pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sejalan dengan manajer investasi dimana dituntut untuk mengambil keputusan dengan tepat. Misalnya jika pekerjaan Anda adalah menciptakan sebuah kampanye pemasaran, Anda mungkin produktif dengan duduk diam sambil memejamkan mata, merenungkan bagaimana desainnya, bagaimana konsep road show-nya; jika pekerjaan Anda adalah penarik tuas palang kereta api pada saat kereta api datang maka Anda benar-benar produktif HANYA pada saat Anda menarik tuas itu, selebihnya Anda duduk diam menunggu informasi kereta api selanjutnya yang akan lewat. Masalahnya adalah terlalu banyak tempat kerja sekarang yang mengharapkan pekerja berbasis pengetahuan untuk “menarik tuas” dengan jam kerja lebih dari 40 jam seminggu, padahal sebaiknya mereka melakukan hal-hal yang tampak “malas” namun sebenarnya sangat produktif. Akibatnya banyak orang yang menjalankan pekerjaan intelektual tidak diberi cukup waktu untuk berpikir, yang ibarat memaksa seorang cook memasak tanpa disediakan wajan. Mungkin ini sebabnya produktivitas mereka tidak maksimal. Lalu bagaimana dengan pekerjaan lawyer? In my opinion, ada bagian yang beririsan dengan pekerjaan berbasis intelektual, yang artinya para lawyer ini juga membutuhkan waktu tenang agar bisa berpikir jernih, tapi sayangnya dari fenomena yang ada di sekitar saya, jika suatu permasalahan diselesaikan secara “sebagaimana mestinya” biasanya fee-nya jadi kecil, jadi seringkali para lawyer ini mencari cara yang berputar-putar agar dapat fee yang memuaskan. Bagian inilah yang saya kurang sukai yang membuat saya akhirnya menomorduakan profesi lawyer saya dan beralih ke investasi. Perbedaannya 180 derajat, as a lawyer, jarang kepentingan kita sebagai penasihat hukum align dengan kepentingan klien, banyak hal yang diluar kendali kita yang harus “diatur” agar sesuai dengan apa yang kita harapkan, pihak lawan juga demikian. Tapi sebagai manajer portofolio, kepentingan kita 100% align dengan klien, sama-sama mau portofolionya bertumbuh. Selain itu dalam manajer portofolio kita bertarung melawan diri kita sendiri, dan bebas mengabaikan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol.
Jadi Investasi Sebenarnya Adalah Pekerjaan Yang “Produktif”
Kembali ke investasi, investasi bukanlah pekerjaan yang bisa menghasilkan ide setiap jam, seringkali hanya ada beberapa ide bagus dalam setahun. Lingkungan kerja yang terlalu terstruktur menciptakan tekanan untuk terus menghasilkan ide, bahkan ide yang dipaksakan. “We don’t get paid for activity; we get paid for being right”. Lalu bagaimana sebaiknya cara kita berpikir untuk mendapatkan ide? Itu terserah masing-masing individu, bisa sangat berbeda setiap orang. Kalau saya, walaupun saya bukan penulis professional tapi menulis adalah sarana saya untuk berpikir secara maksimal dan kritis dengan menatap layar komputer berjam-jam sambil sesekali menonton Netflix, Youtube, random browsing, bahkan main game (aktivitas yang sudah lama tidak saya lakukan karena harus upgrade PC untuk bisa main game-game terkini, hahaha). Anda mungkin lebih baik berjalan-jalan, travelling, atau cara-cara unik lainnya yang mungkin bisa Anda eksplor yang membuat Anda berpikir dan kemudian menemukan ide-ide yang Anda butuhkan.
Intinya adalah pekerjaan produktif saat ini tidak tampak seperti pekerjaan produktif pada sebagian besar sejarah. Jika Anda masih berpegang pada paradigma dunia lama di mana kerja yang baik berarti harus tampak secara fisik, maka Anda akan kesulitan memahami gagasan bahwa penggunaan waktu paling produktif bagi pekerja berbasis pengetahuan bisa jadi hanyalah duduk-duduk di sofa sambil berpikir. Namun kenyataannya sangatlah jelas, pengalaman saya berkali-kali ikut rapat perusahaan pada waktu masih aktif menjadi lawyer mengatakan, seringkali ide-ide bagus jarang muncul di dalam rapat. Ide-ide bagus itu muncul secara random bisa ketika kita sedang mandi berendam air hangat, saat berjalan kaki, atau pada hal-hal random lainnya seperti ketika kita sedang menikmati kopi sendirian, itulah kenapa saya suka sekali menyendiri menikmati secangkir kopi. Tapi jelas jika Anda mengatakan kepada bos Anda bahwa Anda membutuhkan waktu berendam di tengah hari, responnya sudah pasti bisa diprediksi.
Oh ya, ada satu hal yang lupa saya bahas. Berita bisnis! Dulu, berita bisnis yang serius dan bebas sensasi memberikan wawasan berharga. Sekarang, berita bisnis telah berubah menjadi “hiburan bisnis”, demi rating, bukan edukasi. Program-programnya memenuhi kebutuhan kita untuk selalu punya penjelasan atas segala sesuatu, bahkan untuk peristiwa acak (randomness) yang tidak memerlukan penjelasan seperti contohnya pergerakan harga saham harian yang konyolnya ketika suatu saham turun/naik warga pasar saham suka mencari alasan yang terdengar intelektual untuk menjelaskan hal tersebut. Saya beritahu satu hal penting ini, harga saham itu naik karena yang ingin membeli lebih banyak daripada yang ingin menjual, dan harga saham turun karena yang ingin menjual lebih banyak daripada yang ingin membeli. Titik! Tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Sebagian besar informasi dari berbagai channel bisnis tidak lebih berguna bagi investor dibanding ramalan cuaca harian bagi seseorang yang tidak akan berpergian selama setahun. Namun banyak manajer investasi yang tetap menyalakan TV bisnis sepanjang hari.
Anda mungkin berpikir bisa menyaring noise informasi itu. Kenyataannya, Anda tidak bisa! Itu hanya akan menjadi sampah dalam pikiran Anda, lebih baik matikan saja TV bisnis itu selama jam perdagangan dan di akhir hari cek situs berita bisnis untuk melihat apakah ada wawancara atau berita penting yang benar-benar layak untuk ditonton.
Jangan terus-menerus mengecek harga saham. Semakin sering melakukan hal tersebut secara tidak kita sadari akan semakin memperpendek timeframe investasi Anda. Sebagai investor jangka panjang, Anda menganalisis perusahaan dan menilai bisnisnya dalam satu dekade ke depan. Namun, volatilitas harga saham harian dapat membuat Anda lupa tujuan utama dan berubah menjadi seorang trader. Tidak ada yang salah dengan trading, tetapi investor jarang bisa menjadi trader yang baik.
Jika Anda value investor dan berinvestasi untuk tujuan jangka panjang, hentikanlah melakukan hal-hal yang tampak produktif namun sebenarnya kontraproduktif itu. Justru jika Anda melakukan aktivitas investasi tanpa cukupnya waktu untuk berpikir dan minimnya pengetahuan, maka Anda akan amat sangat rentan menjadi korban investasi scam macam DNA Pro, Alkes, dll bahkan terkena jurus pom-pom pihak tertentu.
Pada akhirnya baik investor individu maupun manajer investasi diukur berdasarkan hasilnya, walaupun untuk menghasilkan karya yang baik itu pada awalnya mungkin tampak “malas” dan dalam dunia investasi, ada saat dimana kita menang hanya karena keberuntungan semata, maka bijaksanalah menilai seseorang berdasarkan proses yang ditempuhnya, bukan hanya hasil akhirnya. Namun, dalam pekerjaan, mungkin sebaliknya, nilailah orang berdasarkan hasil yang mereka capai, bukan berdasarkan seberapa besar “sibuknya” proses mereka, yang seringkali tersembunyi di balik pikiran mereka.
Thanks for reading.