IHSG kita baru saja sedikit recover dari crash awal April 2025. Banyak saham berfundamental kuat pun ikut terseret jatuh harganya, seolah kualitas bisnis tak lagi punya kekuatan menahan harga. Saham 4 Big Banks kebanggaan kita juga ikut ambrol dari titik tertingginya, belum lagi saham perusahaan Consumer Goods bagus yang berfundamental kuat juga ikut ambrol. Kalau saham-saham spekulatif overvalued yang ambrol sih bisa dimaklumi, tapi ini saham-saham berfundamental kokoh yang biasanya jadi andalan long-term investor.
Mulai terdengar banyak investor saham berbicara: “Apakah kita perlu mendefinisikan ulang tentang value?” atau "Apakah value investing masih relevan?", kepercayaan terhadap value investing memang diuji pada masa ini. Teman-teman banyak juga yang bertanya bagaimana saham value investing Arvest pada waktu itu? Kami sudah buatkan video update portfolio Arvest di Instagram, Youtube, dan Website Kami.
Menjawab pertanyaan inti do we need to redefine “value” in this era of the stock market? Saya pribadi menyukai pertanyaan ini. Nilai hanya perlu didefinisikan ulang bagi mereka yang salah mendefinisikannya sejak awal.
Apa itu value investing?
Value investing adalah membeli saham perusahaan yang undervalued (dihargai signifikan di bawah nilai intrinsiknya), mengharuskan adanya Margin of Safety (batas keamanan), dan memiliki horizon waktu jangka panjang. Dengan itu baru kita bisa disebut sebagai investor, bukan spekulan. Investor harus percaya bahwa aset yang “salah harga” pada akhirnya akan dinilai secara wajar, dan perlakukanlah pasar saham sebagai pelayan Anda, bukan tuan. Poin yang terakhir ini sangat penting. Begitulah secara singkat petuah dari Benjamin Graham the father of value investing.
The Market Is a Servant, Not a Master (Pasar saham adalah pelayan, bukan Tuan Anda)
Pelajaran utama Graham adalah fluktuasi harga saham seharusnya melayani investor, bukan malah mengontrol investor. Sebagai investor, Anda bebas untuk menerima atau menolak harga saham yang ditawarkan oleh pasar saham. Jika harga sebuah saham terlalu mahal relatif terhadap intrinsic value-nya, maka investor tidak perlu bereaksi. Goalnya adalah untuk membuat keputusan berdasarkan analisis yang menyeluruh, bukan malah mengikuti reaksi emosional terhadap fluktuasi pasar saham.
IHSG sideways panjang, apabila kita menyerah dan mulai melakukan definisi ulang terhadap value atau malah tidak percaya lagi dengan value investing sehingga kita mulai membeli perusahaan yang overvalued yang sedang hype - ya kita tahu ada beberapa perusahaan dalam konglomerasi tertentu sedang ramai akhir-akhir ini mulai dari perusahaan properti hingga perusahaan petrokimia yang tidak perlu saya sebut namanya, mungkin saja itu akan berhasil untuk sementara waktu. Tapi ketika itu stop working, harga yang Anda bayar akan sangat mahal.
Secara historis, ketika investor membeli “market” (index fund) pada valuasi yang serupa atau bahkan sedikit lebih rendah dari sekarang, mereka menerima return nol bahkan negatif selama 5 tahun ini.
Kalau Anda ingin sukses berinvestasi di pasar saham, katakanlah pada diri sendiri “Saya akan terus berusaha menjadi tuan atas pasar saham, bukan hambanya”!
Ada lagi aliran investor lain yang “menunggu di pinggir lapangan”, mereka menunggu pasar saham crash besar baru mereka masuk membeli saham-saham bluechips di harga “bottom”. Menurut mereka itulah cara paling aman berinvestasi saham karena bisa mendapatkan saham perusahaan besar berfundamental baik di harga undervalue. Umumnya aset mereka akan ditaruh di instrumen yang mereka anggap aman sembari menunggu di masa depan market crash. Tapi kapan? tidak ada yang tahu… Investor jenis ini menurut kami sedang mencoba melakukan market timing. Saya maupun Arvest tidak melakukan itu, karena mustahil menjadikannya sebuah proses yang bisa diulang secara konsisten dan selain itu opportunity cost-nya menurut kami sangat besar. Kegiatan “menunggu di pinggir lapangan” itu bisa saja dilakukan apabila memang sudah tidak ada saham undervalued di market.
Saya dan Arvest selama ini always on market, karena kegiatan menganalisis dan menilai perusahaan bisa dijadikan proses yang terstruktur dan dapat diulang-ulang. Bahkan di pasar yang sangat overvalued pun mungkin masih ada permata tersembunyi yang undervalued, meski memang lebih sulit ditemukan dan lebih sedikit jumlahnya.
Thanks for reading…