Tahukah Anda bahwa saham hebat seperti Amazon (AMZN) dulu di tahun 2000 harganya pernah turun hingga 80% dalam 1 tahun? Sampai-sampai CEO-nya Jeff Bezos dalam annual letter to shareholders tahun 2000 menuliskan kata “OUCH” sebagai kata pembuka. Sadis! (Anda bisa baca versi lengkap letter-nya di bagian bawah artikel ini).


Meskipun harganya turun 80% dalam 1 tahun, investor yang jeli bisa melihat fakta bahwa semua parameter kinerja fundamental AMZN malah menunjukkan ke posisi yang lebih kuat/baik dibandingkan seluruh parameter kinerja sejak AMZN berdiri.

  • Jumlah customer naik 42,8%
  • Revenue naik 68,3%
  • Rugi Operasional turun menjadi -6% dari -26% di tahun sebelumnya
  • Gross Profit meningkat 125% (ini bagian yang paling saya suka dalam turnaround company)
  • Customer Satisfaction Index menunjukkan skor 84 yang merupakan rekor tertinggi di seluruh industrinya.
  • And so on…


Tapi tetap saja harga sahamnya -80%... Nah inilah yang menarik saya untuk menulis artikel kali ini.


Jadi walaupun segalanya dalam kinerja fundamental menunjukkan ke peningkatan, namun sahamnya mengalami penurunan. Fundamental dan harga saham bergerak ke arah yang berlawanan, kondisi yang sangat ideal dan dicari-cari bagi value investor pemburu harga diskon.


Salah satu saham dalam portofolio Arvest yang bergerak di sektor pick & shovel untuk perusahaan agrobisnis ada yang menjadi pemberat kinerja di tahun 2025 ini, porsinya signifikan 25% dari total keseluruhan portofolio. Saat saya menulis ini, sahamnya sudah turun -36% dari puncak tertingginya yang dicapai pada awal 2025. Namun, secara umum perusahaan ini berjalan dengan sangat baik, tentu saja selalu ada hal-hal yang bisa dikritisi, seperti halnya setiap perusahaan. Tapi membandingkan kualitas fundamentalnya dengan 1 tahun lalu, kita tidak akan menyangka harga sahamnya bisa turun, apalagi sampai -36%. Tapi itulah pasar saham, kalau semua saham dihargai secara efisien alias tidak ada saham salah harga, tentu saja pasar saham menjadi tidak menarik lagi. Opportunity menjadi hilang.


Semua perusahaan dalam portofolio saya yang sudah melaporkan kinerja, sejauh ini menunjukkan angka yang sangat bagus untuk ukuran perusahaan tersebut. Tidak ada alasan untuk menjual apapun. Jika Anda telah mengikuti artikel di website Arvest ini dari awal, Anda tahu bahwa saya memang berniat memegang bisnis untuk jangka panjang. Arvest mencari bisnis-bisnis hebat yang bisa menjadi multi-bagger besar (dengan tax-free gains yang besar). Satu-satunya cara untuk mendapatkan itu adalah dengan memegang saham untuk waktu yang lama. Hal ini berarti harus bertahan melewati periode seperti sekarang ini dan juga berarti harus tetap memegang saham meskipun valuasi tampaknya sudah terasa tinggi.


Seperti contohnya AMZN, di tahun 1999 valuasi AMZN memang gila, P/E-nya tak terhingga karena belum mencetak laba, sedangkan P/S-nya 50x ini analoginya seperti gajah masuk ke dalam kamar mandi rumahmu. Besar! Tapi valuasi adalah hal yang rumit untuk dinilai. Tapi jika Anda membeli AMZN pada waktu itu, valuasinya 15 tahun kemudian tampak murah.


Logikanya sangat jelas dalam hal ini, jika Anda membeli perusahaan hebat dan terus-terusan memangkas porsi kepemilikan saat valuasinya terasa mahal, maka Anda berisiko membuat kesalahan yang sangat mahal dalam jangka panjang. As Peter Lynch’s Mantra, “Investor like to cutting flowers to watering weeds” alias menjual saham pemenang untuk membeli saham yang kemudian menjadi beban portofolio. Bukannya tidak boleh berpindah saham, tapi Anda harus benar-benar YAKIN saham berikutnya yang Anda beli setelah menjual saham jagoan Anda adalah saham yang benar-benar secara kualitas fundamental lebih bagus dan harganya juga sedang undervalue. Hal ini sulit, bahkan untuk investor yang sudah berpengalaman sekalipun.

Saya sendiri juga mengalami kesulitan untuk menilai apakah suatu saham terlalu mahal jika horizon waktu investasimu jangka panjang misalnya 1 dekade ke depan. Kadang yang bikin masalah adalah horizon investasi kita 10 tahun atau lebih namun waktu ingin membeli suatu saham saat itu horizon kita jadi menyempit menjadi mingguan bahkan harian.


Terry Smith, salah satu investor paling sukses di Inggris dan dunia dari Fundsmith LLP yang terkenal dengan filosofi investasinya “Buy Good Companies; Don’t Overpay; Do Nothing” itu, suka menjalankan skenario di mana ia menengok ke belakang dan menghitung berapa rasio harga terhadap laba yang bisa Anda bayar untuk L’Oreal atau perusahaan lain dan tetap memperoleh imbal hasil di atas rata-rata pasar. Angkanya mencengangkan-kadang Anda bisa membayar di atas 100x laba! Tapi contoh ini terlalu ekstrim, saya sendiri tidak berani dan sama sekali tidak menyarankan untuk membeli saham di valuasi yang sedemikian tinggi!


Ketika saya coba menghitung untuk saham PT. HM Sampoerna, Tbk (HMSP). Anda bisa saja membayar sekitar 20x laba di tahun 2005 dan saat ini di 2025 alias 20 tahun kemudian, return investasi Anda di HMSP sebesar 550% (capital gain & dividend included) atau CAGR 8,96%. Kalau dividennya Anda investasikan terus mungkin hasilnya bisa CAGR 2 digit. HMSP saya pilih karena perusahaan yang sudah mature dan saat ini sedang struggle untuk bertumbuh, tapi tetap saja CAGR 8,96% selama 20 tahun sudah cukup baik.


Dividen HMSP 2005 – 2025

A table of numbers with numbers

AI-generated content may be incorrect.


Selain HMSP, saya juga menghitung untuk saham 4 big banks dan perusahaan-perusahaan consumer goods terkemuka. Hasilnya, saya bisa saja membayar hingga sekitar 40x laba pada 20 tahun lalu dan tetap menggandakan portofolio investasi sebesar 4-5x lipat bahkan lebih di 1-2 dekade setelahnya. (Misalnya MYOR di waktu 20 tahun lalu diperdagangkan dengan P/E 13-14x, dan di 10 tahun lalu diperdagangkan dengan P/E sekitar 22x - jadi apakah ini mahal atau murah?).


Dengan basis data penuh contoh-contoh seperti itu, saya sangat enggan melepas satu lembar saham dari perusahaan hebat bahkan di valuasi hingga 20x laba. Pertama, perusahaan hebat itu LANGKA!. Kedua, sangat mudah melakukan kesalahan jika terlalu sering bertransaksi/berpindah-pindah saham. Semakin jarang Anda bertransaksi, biasanya hasilnya semakin baik. Tapi ini bukan berarti kita boleh membayar di harga setinggi apapun. Investasi yang aman adalah dengan tetap memperhatikan Margin of Safety dan hal itu selain datang dari seberapa rendah harga yang Anda bayarkan relatif terhadap value-nya juga ada di dalam kualitas bisnisnya. Sebuah bisnis yang menghasilkan 25% return on capital dan mampu menginvestasikannya kembali dengan tingkat pengembalian yang sama selama puluhan tahun adalah aset yang sangat berharga dalam portofolio investasi Anda!


Oleh karena itu, saya menghabiskan sebagian besar waktu ketika menganalisis perusahaan untuk hal-hal yang menjaga return tinggi seperti itu. Persaingan adalah faktor yang besar juga kompleks. Insentif manajemen juga merupakan faktor penting lainnya. Kita harus terus mengawasi dan memastikan hal-hal itu tidak memburuk seiring waktu. So, saya agak kurang setuju dengan pandangan bahwa investasi saham itu diam saja tidak melakukan apa-apa atau malah ditinggal tidur. Anda harus tetap mengawasi aset-aset Anda secara berkala.


Poin lain soal valuasi: valuasi bisa turun dengan sangat cepat untuk perusahaan yang sedang bertumbuh. Asumsi sebuah perusahaan diperdagangkan dengan P/E 20x, lalu setiap tahun perusahaan tersebut bisa tumbuh sebesar 25% maka apabila harga sahamnya tidak bergerak sepanjang waktu, dalam tahun ke-4 maka P/E nya akan menjadi 8,2x. Kecuali kinerja bisnisnya memburuk drastis, harga hari ini akan terlihat sangat murah di masa depan. Jika Anda menemukan perusahaan seperti itu, maka itu adalah saat untuk membeli bukan malah menjual.


Atau Anda bisa meminjam kata-kata Bezos tahun 2000:


Jadi, jika perusahaan berada dalam posisi yang lebih baik hari ini dibandingkan setahun yang lalu, mengapa harga sahamnya jauh lebih rendah?”. Sejalan dengan apa yang dikatakan Benjamin Graham, “Dalam jangka pendek, pasar saham adalah mesin pemungut suara; dalam jangka panjang, Ia adalah mesin penimbang.” Jelas sekali, banyak pemungutan suara terjadi di tahun 1999 yang penuh euforia (dan jauh lebih sedikit proses penimbangan). Kami adalah perusahaan yang ingin ditimbang, dan seiring waktu, kami akan ditimbang dalam jangka panjang, semua perusahaan juga akan demikian. Sementara itu, kami akan terus bekerja keras membangun perusahaan yang semakin BERAT nilainya.”


Tentu saja saat ini 25 tahun kemudian, kita semua tahu bagaimana akhirnya kisah Amazon.

 

Berikut ini tulisan lengkap Jeff Bezos pada annual letter to shareholders Amazon 2000:


To our shareholders:


Ouch. It’s been a brutal year for many in the capital markets and certainly for Amazon.com shareholders. As of this writing, our shares are down more than 80% from when I wrote you last year. Nevertheless, by almost any measure, Amazon.com the company is in a stronger position now than at any time in its past.


• We served 20 million customers in 2000, up from 14 million in 1999.

• Sales grew to $2.76 billion in 2000 from $1.64 billion in 1999.

• Pro forma operating loss shrank to 6% of sales in Q4 2000, from 26% of sales in Q4 1999.

• Pro forma operating loss in the U.S. shrank to 2% of sales in Q4 2000, from 24% of sales in Q4 1999.

• Average spend per customer in 2000 was $134, up 19%.

• Gross profit grew to $656 million in 2000, from $291 million in 1999, up 125%.

• Almost 36% of Q4 2000 U.S. customers purchased from one of our ‘‘non-BMV’’ stores such as electronics, tools, and kitchen.

• International sales grew to $381 million in 2000, from $168 million in 1999. • We helped our partner Toysrus.com sell more than $125 million of toys and video games in Q4 2000.

• We ended 2000 with cash and marketable securities of $1.1 billion, up from $706 million at the end of 1999, thanks to our early 2000 euroconvert financing.

• And, most importantly, our heads-down focus on the customer was reflected in a score of 84 on the American Customer Satisfaction Index. We are told this is the highest score ever recorded for a service company in any industry.

So, if the company is better positioned today than it was a year ago, why is the stock price so much lower than it was a year ago? As the famed investor Benjamin Graham said, ‘‘In the short term, the stock market is a voting machine; in the long term, it’s a weighing machine.’’ Clearly there was a lot of voting going on in the boom year of ’99—and much less weighing. We’re a company that wants to be weighed, and over time, we will be—over the long term, all companies are. In the meantime, we have our heads down working to build a heavier and heavier company.


Many of you have heard me talk about the ‘‘bold bets’’ that we as a company have made and will continue to make—these bold bets have included everything from our investment in digital and wireless technologies, to our decision to invest in smaller e-commerce companies, including living.com and Pets.com, both of which shut down operations in 2000. We were significant shareholders in both and lost a significant amount of money on both.


We made these investments because we knew we wouldn’t ourselves be entering these particular categories any time soon, and we believed passionately in the ‘‘land rush’’ metaphor for the Internet. Indeed, that metaphor was an extraordinarily useful decision aid for several years starting in 1994, but we now believe its usefulness largely faded away over the last couple of years. In retrospect, we significantly underestimated how much time would be available to enter these categories and underestimated how difficult it would be for single-category e-commerce companies to achieve the scale necessary to succeed.


Online selling (relative to traditional retailing) is a scale business characterized by high fixed costs and relatively low variable costs. This makes it difficult to be a medium-sized e-commerce company. With a long enough financing runway, Pets.com and living.com may have been able to acquire enough customers to achieve the needed scale. But when the capital markets closed the door on financing Internet companies, these companies simply had no choice but to close their doors. As painful as that was, the alternative—investing more of our own capital in these companies to keep them afloat—would have been an even bigger mistake.


Future: Real Estate Doesn’t Obey Moore’s Law.

Let’s move to the future. Why should you be optimistic about the future of e-commerce and the future of Amazon.com?


Industry growth and new customer adoption will be driven over the coming years by relentless improvements in the customer experience of online shopping. These improvements in customer experience will be driven by innovations made possible by dramatic increases in available bandwidth, disk space, and processing power, all of which are getting cheap fast.


Price performance of processing power is doubling about every 18 months (Moore’s Law), price performance of disk space is doubling about every 12 months, and price performance of bandwidth is doubling about every 9 months. Given that last doubling rate, Amazon.com will be able to use 60 times as much bandwidth per customer 5 years from now while holding our bandwidth cost per customer constant. Similarly, price performance improvements in disk space and processing power will allow us to, for example, do ever more and better real-time personalization of our Web site.


In the physical world, retailers will continue to use technology to reduce costs, but not to transform the customer experience. We too will use technology to reduce costs, but the bigger effect will be using technology to drive adoption and revenue. We still believe that some 15% of retail commerce may ultimately move online.


While there are no foregone conclusions, and we still have much to prove, Amazon.com today is a unique asset. We have the brand, the customer relationships, the technology, the fulfillment infrastructure, the financial strength, the people, and the determination to extend our leadership in this infant industry and to build an important and lasting company. And we will do so by keeping the customer first.


The year 2001 will be an important one in our development. Like 2000, this year will be a year of focus and execution. As a first step, we’ve set the goal of achieving a pro forma operating profit in the fourth quarter. While we have a tremendous amount of work to do and there can be no guarantees, we have a plan to get there, it’s our top priority, and every person in this company is committed to helping with that goal. I look forward to reporting to you our progress in the coming year.


As I usually do, I’ve appended our 1997 letter, our first letter to shareholders. It gets more interesting every year that goes by, in part because so little has changed. I especially draw your attention to the section entitled ‘‘It’s All About the Long Term.’’

We at Amazon.com remain grateful to our customers for their business and trust, to each other for our hard work, and to our shareholders for their support and encouragement. Many, many thanks.

 

Jeffrey P. Bezos Founder and Chief Executive Officer Amazon.com, Inc.


Thanks for reading...