ANALISIS PT. ERAJAYA SWASEMBADA, Tbk (ERAA) Q2 2025, PENDAPATANNYA TUMBUH DENGAN RISIKO TERSEMBUNYI DALAM BISNISNYA
Pada tanggal 30 Juli 2025 lalu laporan keuangan Q2 2025 ERAA baru saja di rilis, seperti biasa pekerjaan investor, saya melakukan analisis bisnis ERAA. Sekilas, performa paru pertama tahun ini mencerminkan perusahaan yang semakin solid dalam mengelola diversifikasi bisnisnya. ERAA ini sudah berubah menjadi perusahaan holding dengan banyak bisnis dari bisnis perangkat seluler (backbone bisnisnya), namun juga merambah ke bisnis lifestyle, beauty & wellness, hingga F&B. Ekspansinya horizontal, bukan vertical, namun masih di sektor bisnis ritel.
Source: Company Presentation
Uniknya walaupun kinerjanya secara kuantitatif tampak bertumbuh:
- Revenue naik dari 65,3 T ke 70,1T secara annualized YoY atau naik sebesar 7,4%
- Laba bersihnya juga meningkat dari 1T menjadi 1,1T YoY atau naik sebesar 10%
Tapi harga sahamnya malah turun ketika laporan keuangan dirilis di 30 Juli 2025 dari sebelum di rilis harga saham ERAA ada di level 530 rupiah di tanggal 29 Juli 2025 dan pada 1 Agustus 2025 harga sahamnya turun ke level 448 rupiah. Penurunannya cukup tajam sebesar 15% lebih dalam 2 hari. Value investor seperti saya tentu tertarik dengan saham yang seperti ini, yang kinerjanya baik tapi harga sahamnya dikasih turun. Let’s take a deep dive apakah ini opportunity? Ini saham juga cukup rutin bagi dividend lho dengan sekitar yield 4% lebih di harga sekarang.
RECENT PERFORMANCE
Pada H1 2025, penjualan dan laba bersih ERAA meningkat YoY yang merupakan indikasi demand smartphone/aksesoris masih ada, didukung mix product yang relatif sehat dan kontribusi segmen ritel lainnya di luar handset. Secara komposisi, ponsel & tablet tetap kontributor terbesar revenue ERAA yaitu sebesar 80% dari total revenue lalu di bawahnya ada segmen komputer dan perangkat elektronik, produk operator, serta lini aksesoris dan lainnya (termasuk F&B) yang pertumbuhannya semakin terasa meskipun porsi masih minor.
Bandingkan misalnya dengan 10 tahun lalu di tahun 2015 komposisi pendapatan ERAA 86% berasal dari segmen Telepon Seluler dan Tablet:
Segmen yang laju pertumbuhannya paling cepat ada di Aksesoris dan Lainnya, apakah ini sign harus analisis anak usahanya yang bergerak dibidang aksesoris? Kebetulan juga sudah IPO barusan dengan nama PT. Sinar Eka Selaras, Tbk (ERAL)? Mari kita fokus ke ERAA dulu saja.
Lalu perbaikan marjin laba kotor juga ikut terlihat, sebuah sinyal positif terkait pricing dan efisiensi bisnis. Namun, karena bisnis ini bergantung pada dinamika peluncuran merek-merek utama dan promosi ritel, keberlanjutan tren marjin laba juga tetap perlu dikawal pada semester dua.
THE BUSINESS
ERAA hari ini bukan sekedar distributor/retailer gadget seperti awal dulu berdiri. Grup ERAA sudah terstruktur dalam beberapa bisnis ritel yaitu:
- Erajaya Digital: Core bisnis ERAA yang berjualan ponsel, laptop, komputer, operator & voucher dengan format toko ritel multibrand yang sering kita lihat saat berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.
- Erajaya Active Lifestyle (ERAL): Ekosistem gaya hidup aktif melalui brand Urban Republic, Garmin, Dji, ASICS hingga JD Sports (melalui JV dengan JD Sports Fashion plc). Lini bisnis ini berusaha menangkap peluang tren apparel, footwear dan perangkat hobi teknologi. Sepertinya akhir-akhir ini mulai merambah ke perlengkapan Golf.
- Erajaya Beauty & Wellness: Produk kecantikan & kesehatan (ritel tersendiri maupun sisipan di jaringan yang ada).
- Erajaya Food & Nourishment (F&B Business): Lini F&B dengan brand Paris Baguette (JV dengan Paris Baguette SPC), Sushi Tei, Tomo Sushi. Ekspansi terakhir menunjukkan suntikan modal untuk menjaga porsi kepemilikan di entitas PB di Indonesia.
- EV Car (Xpeng): Hingga Q2 2025 belum tampak di laporan keuangan, let’s see di tahun-tahun mendatang.
Struktur bisnis itu terlihat bahwa ERAA memiliki keunggulan operasional di bisnis ritel yang di leverage lebih jauh di segmen di luar gadget. ERAA memiliki manajemen yang solid di supply chain, negosiasi dengan pemasok global, kemampuan roll-out gerai dengan cepat, dan program value-added services (contoh: proteksi perangkat kerjasama dengan TecProtec, leasing handset dengan multifinance).
FINANCIAL HEALTH
- Revenue & Profit Margin: Sejak IPO di 2011 revenue ERAA hampir pasti meningkat setiap tahun (kecuali penurunan kecil di 2013 & 2019) dengan margin laba kotor yang cenderung stabil namun ada perbaikan di 6 tahun terakhir, saya berpendapat ini disebabkan karena semakin besarnya kontribusi segmen diluar ponsel & tablet terutama di segmen F&B yang umumnya memiliki laba kotor mencapai 60%. Di masa depan, stabilitas marjin akan bertumpu pada: kontrol persediaan menjelang peluncuran model baru, porsi aksesoris/IoT dan layanan added value, serta kontribusi non-gadget yang marjinnya cenderung lebih tebal daripada handset mass market.
- Debt (Where The Hidden Risk Lies): Model bisnis ritel-distribusi seperti ERAA memang lazimnya memakai pembiayaan modal kerja untuk persediaan musiman. (misal launching iphone model terbaru). Utang yang “sehat” pada bisnis ini ditandai dengan tenor pendek, bunga kompetitif, dan perputaran utang usaha yang cepat sejalan dengan perputaran inventory. Nah, poin yang terakhir ini yang ingin saya sorot di Q2 2025 ini, kalau kita cek balance sheet-nya akan tampak kalau ternyata total asetnya bertambah signifikan dari 21,7T di 2024 menjadi 28,4T di Q2 2025. Lihat neraca ERAA di bawah ini:
Ternyata pertambahan aset itu sumbernya berasal dari inventory, dari 7,1T di 2024 menjadi 11,7T di Q2 2025. Lalu jenis persediaan apa yang berkontribusi ke hal tersebut? Kita lihat di breakdown inventory ERAA di bawah ini:
Kontribusi persediaan yang membuat akun inventory ERAA membengkak adalah Telepon Seluler dan Tablet dan itu semua didanai dengan Utang Bank (Interest-Bearing Debt). Hal ini menyebabkan Total Liabilitasnya naik dari 12,7T di 2024 menjadi 19T di Q2 2025. Persediaan Telepon Seluler dan Tablet akan sangat berisiko cepat usang tidak terjual dan jumlahnya 9,4T. Saya berpendapat ini cukup berisiko! Kecuali persediaannya emas murni baru aman.
Persediaan/inventory itu kalau kata CEO Apple “Inventory is fundamentally evil. You kind of want to manage it like you’re in the dairy business. If it gets past its freshness date, you have a problem.” Ini berlaku untuk ERAA yang persediaannya berisi telepon seluler & tablet yang kita semua tahu kalau tidak cepat laku dan keluar seri yang lebih baru maka harganya akan turun. Biasanya persediaan tinggi itu disebabkan karena strategi perusahaan untuk meningkatkan persediaan menjelang peluncuran produk baru (iPhone seri terbaru) atau pada saat periode penjualan cenderung tinggi (hari raya).
Iphone 16 yang launching pada September 2024 kita semua tahu mengalami masalah yang menyebabkan tidak bisa langsung dijual di Indonesia dan masalah itu baru selesai di April 2025 dimana ERAA kehilangan momentum (banyak Apple Fanboi yang sudah membeli iPhone 16 dari luar yang seharusnya bisa menjadi pelanggan ERAA), namun sebagai authorized seller produk Apple tentu mau tidak mau ERAA tetap harus menjual Iphone 16 di Indonesia. Hal ini menyebabkan ada risiko penjualan yang tidak bisa sesuai dengan target yang membuat ERAA terekposur risiko persediaan usang. Perusahaan biasanya akan menurunkan rasio inventory dengan memberikan diskon untuk mempercepat penjualan. Tetapi jika hal ini dilakukan maka akan menyebabkan marjin laba turun. Kalau sampai persediaannya usang maka risiko lebih besar menanti di masa depan yaitu write off persediaan yang bisa membuat perusahaan rugi.
Inilah risiko tersembunyi yang saya maksud!
- Free Cash Flow: FCF ERAA sensitif terhadap perubahan persediaan. Tahun-tahun dengan sell-through yang baik akan membuat arus kas menjadi baik, sementara periode normalisasi stok atau peluncuran produk yang dinanti-nanti seperti iPhone bisa menarik kas lebih banyak ke working capital. Di sisi lain, Capex ritel (pembukaan/renovasi gerai, perpanjangan sewa, digital capability) dan investasi JV (seperti JD Sports/Paris Baguette) semakin menuntut ERAA untuk disiplin dalam alokasi cashflow.
Saya berpendapat walaupun manajemen ERAA cukup solid, namun model bisnisnya membuat sulit menjaga FCF konsisten positif. Coba bayangkan, bisnis dengan sifat musiman berbasis siklus produk, setiap ada peluncuran flagship, ERAA harus menyerap stok dalam jumlah besar sebelum momen launching. Stok itu dibeli dari principal (Apple, Samsung, Xiaomi, dll) sebelum uang masuk dari konsumen, yang artinya kas keluar dulu. Setelah momen puncak penjualan lewat, stok kembali normal dan kas “balik” ke ERAA. Jadi FCF ERAA bisa positif jika produk tersebut memang laku keras di pasaran, tapi apakah yakin semua produk laku keras terus? Belum tentu! Siklus ini membuat FCF sangat sulit untuk konsisten positif. Ponsel itu bisnis dengan percepatan produk paling cepat menurut saya, setiap tahun keluar beberapa model baru, dan model lama jika tidak habis akan didiskon.
RISK TO CONSIDER
- Persaingan bisnis ritel yang tajam dengan grup MAPI terutama di backbone produk yaitu Apple dan dengan pemain yang lebih kecil Story-i/iStore. Selain Apple Product juga ada persaingan dengan TRIO, GLOB, dan ECII.
- OPPO, Vivo, Xiaomi masing-masing gencar memperluas toko resmi yang menggerus pangsa ritel multi-brand dengan mendorong pembelian di kanal mereka sendiri dan official store online.
- Manajemen persediaan & working capital, kalau sampai salah stok saat perubahan model/permintaan akan sangat memakan marjin laba dan kas. Bisnis ritel seperti ERAA sangat sensitif dengan konsumen behaviour.
- Ekposur nilai tukar USD – IDR.
- Regulasi dan kebijakan impor.
INTRINSIC VALUE ANALYSIS
Untuk melakukan penilaian intrinsic value ERAA saya memiliki beberapa pemikiran berikut:
- P/E akan sangat terdistorsi oleh siklus karena ERAA menjual barang elektronik dengan marjin laba tipis (GPM under sekitar 10%) sehingga sedikit perubahan biaya distribusi, nilai tukar, atau promo principal bisa membuat laba bersih naik turun. P/E bisa terlihat murah di tahun marjin tinggi dan mahal di tahun marjin rendah, padahal underlying business-nya sama. Maka supaya lebih aman saya akan melakukan normalisasi marjin laba ERAA di angka 1,3%, mengapa 1,3%? Karena saya berpendapat seburuk-buruknya ERAA pasti bisa mencetak marjin laba bersih 1,3%. Jadi P/E-nya 7,9x.
- ERAA memang ekspansi ke lifestyle & F&B, tapi core business-nya masih di telepon seluler & tablet yang di Indonesia sektor ini sudah matang, jadi tidak realistis jika menggunakan growth rate high double digit untuk ERAA dalam jangka panjang. Ya memang sebentar lagi akan ada kontribusi revenue stream baru jika Xpeng sudah diluncurkan. Tapi saya tidak terlalu optimis dengan pasar EV. So, growth rate yang dapat saya gunakan untuk ERAA adalah di 9%, high single digit.
Lalu berapa layaknya saham ERAA ini di hargai?
P/E = 7,9x
Growth Rate = 9%
Dividend yield = 4,2% (per artikel ini ditulis)
PEG = (9 + 4,2) / 7,9
= 1,7x
Harga saham ERAA per artikel ini ditulis ada di level 452 rupiah per lembar saham. Maka dengan PEG 1,7x, nilai intrinsic ERAA adalah 768 rupiah per lembar saham. Tentu sebagai value investor kita tidak boleh membeli saham sesuai dengan nilai intrinsiknya, untuk bisnis ERAA saya hanya mau membelinya jika harganya hanya separuh dari nilai intrinsiknya yaitu di level 384 rupiah per lembar saham.
CONCLUSION
Secara umum manajemen ERAA cukup solid dan agresif dalam berekspansi secara anorganik melalui JV, yang tentu menawarkan potensi pertumbuhan yang kuat jika JV-nya berhasil. Ekspansi ke EV akan membuat ERAA mengalami lonjakan revenue jika berhasil karena mobil adalah high-ticket item, namun secara marjin laba mungkin bisa tertekan ditengah persaingan EV yang sangat intense saat ini. Jadi Sebelum membelinya dan memasukkan ERAA ke dalam portofolio saham teman-teman, ada baiknya mempertimbangkan risiko bisnisnya terlebih dahulu.
Disclaimer On!
Thanks for reading…