Beberapa tahun belakangan ini lagi ramai saham-saham IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum perdana saham. Bagi orang-orang yang mengenal saya, mungkin tahu bahwa saya biasanya cukup berpandangan negatif terhadap saham IPO. Karena itu, akhir-akhir ini ada yang bertanya apakah saya tetap berpandangan negatif atau sudah merubah pandangan itu. Inilah topik utama artikel kali ini.
Ya, memang penting untuk tetap berpikiran terbuka karena dunia adalah tempat yang dinamis. Banyak hal berubah, tapi beberapa hal tidak berubah dan saya rasa pandangan saya tentang IPO tetap tidak berubah. IPO akan dilakukan oleh perusahaan jika itu menguntungkan bagi perusahaan – ketika harga yang bisa mereka dapatkan di level yang bagus untuk perusahaan – bukan ketika harganya bagus untuk ANDA sebagai investor. Apakah ada perusahaan yang salah memberi harga saat IPO? Mungkin saja ada, tapi normalnya perhitungan owner dan manajemen perusahaan akan merujuk ke kalimat yang saya bold barusan. Tapi jangan salah kira dulu, bukan berarti beli saham IPO tidak bisa cuan, tentu saja bisa, seperti Anda judi bola juga bisa saja cuan jika beruntung. Jadi artikel ini sebaiknya dibaca dengan kacamata value investor dimana tujuannya adalah untuk memiliki aset berkualitas yang dapat dibeli dengan harga di bawah value yang kita dapatkan sebagai investor dan bukan untuk di trading-kan.
Saya memiliki jokes untuk kepanjangan dari IPO yaitu IPO = Iki Pasti Overpriced, “Iki” adalah bahasa Surabaya yang artinya “Ini”. Jokes ini sumbernya dari Ken Fisher yang mengatakan di bukunya bahwa IPO = It’s Probably Overpriced. Tapi jokes ini sebenarnya mengandung makna yang serius. Analoginya, teman-teman merintis perusahaan/bisnis yang dimulai dari 10-20 tahun lalu, bisnis tersebut dirintis dengan darah dan air mata. Lalu perusahaan tersebut saat ini skalanya sudah cukup besar dan layak untuk IPO. IPO tujuannya adalah untuk menggalang dana dari masyarakat yang kemudian bisa digunakan untuk mengembangkan bisnis atau mungkin teman-teman ada yang berpikiran IPO dengan skema exit. Tapi manapun langkah yang dipilih, kira-kira mana dari dua pilihan ini yang akan teman-teman pilih untuk IPO?
- IPO dengan valuasi semahal mungkin supaya dapat dana sebanyak/semaksimal yang mungkin bisa
- IPO dengan valuasi murah yang artinya dapat dananya lebih sedikit
Saya yakin, baik perusahaan itu IPO karena membutuhkan dana untuk mengembangkan bisnisnya ataupun IPO dengan motif exit, jawabannya adalah pilihan pertama. Masa iya ada owner baik hati karena lagi bahagia bisa IPO lalu mau jualan murah?
Namun, beberapa tahun belakangan ini memang ada IPO sukses yang harganya melonjak tajam seperti contohnya saham-saham grup Barito Pacific (BRPT) sehingga muncul keinginan besar bagi para pelaku pasar untuk bisa “menangkap yang berikutnya,” the next BREN, the next CDIA, dll. Saya tidak mengatakan perusahaan-perusahaan yang baru IPO itu jelek, tapi kembali ke pernyataan di atas, IPO = Iki Pasti Overpriced alias kemahalan. Jika memang ada perusahaan IPO yang kualitasnya bagus, lebih baik dimasukkan saja ke watchlist dan menunggu entah beberapa tahun mungkin di masa depan ada saatnya perusahaan itu “tersandung” dan harganya turun. Saat itu jika harganya sudah mencerminkan valuasi yang lebih masuk akal, barulah kita bisa membelinya.
Jadi singkatnya pandangan saya begini: Saya tidak pernah tertarik atau terpesona dengan satu saham tertentu, apalagi yang baru mau IPO. Saya tidak tertarik membeli sesuatu dari private market yang akan segera go public, dengan keyakinan bahwa saya bisa menebak mana yang akan menjadi wonderful company berikutnya. Saya memang ingin punya saham-saham wonderful di portfolio saham saya, tapi saya percaya waktu terbaik untuk membelinya adalah setelah perusahaan itu sudah lama menjadi perusahaan publik dan bisa dianalisis dengan lebih mendalam. Dengan begitu Anda bisa tahu lebih banyak tentang sejarahnya, melihat bagaimana past track record-nya, apakah dulu pernah tersandung dan bagaimana caranya bangkit dari masalah, dll. Dari sanalah Anda sebagai investor bisa menilai dan menentukan waktu yang kira-kira tepat untuk membelinya.
Saya tidak fanatik soal valuasi secara absolut murah setiap kali membeli saham. Saya percaya bahwa perusahaan hebat dengan pertumbuhan yang relatif sehat memang pantas mendapatkan valuasi lebih tinggi dibanding perusahaan yang kualitas dan pertumbuhannya lambat atau stagnan. Masalahnya, IPO biasanya “dipasarkan” seolah-olah ini adalah yang terbaik dan Anda “harus punya” saham ini. Terkait hal ini, izinkan saya menjelaskan lebih jauh lagi. Kebanyakan IPO memberi fee besar kepada investment banking yang membawa perusahaan itu ke publik. Karena itu, mereka akan melakukan kampanye pemasaran besar-besaran agar Anda mau membeli di harga tinggi. Mereka punya semua alasan untuk menampilkan sisi terbaik perusahaan semaksimal mungkin – selama masih dalam batas legal.
Sekarang coba saya berikan pandangan tentang hal ini dari sudut pandang lain, karena saya merasa terlalu sering ditanya soal beli saham IPO, sehingga saya merasa perlu menjelaskannya melalui tulisan ini agar bisa dibaca lagi di kemudian hari jika perlu. Saya juga benar-benar menginginkan Anda yang membacanya memahami logika ini.
Seandainya ada perusahaan yang dijual hanya dengan harga 5 kali laba (P/E = 5x), apakah perusahaan itu mau melakukan IPO? TENTU SAJA TIDAK.
Mengapa? Karena kalau kita balik rasio itu menjadi E/P, artinya Earnings Yield perusahaan itu adalah 1/5 = 20%. Artinya, biaya modal (cost of capital) bagi perusahaan yang menerbitkan saham baru di valuasi seperti itu adalah sekitar 20% dan itu mahal sekali. Mereka akan lebih baik meminjam utang jangka panjang, bahkan utang berisiko tinggi ke rentenir (junk debt) dengan bunga tinggi, karena masih lebih murah daripada menjual saham di valuasi serendah itu.
Sebaliknya, kalau perusahaan dijual 100 kali laba (P/E = 100x), earnings yield-nya hanya 1%. Artinya biaya modalnya hanya 1% - alias sangat murah. Jauh lebih murah daripada bunga utang mana pun di dunia saat ini.
Jadi perusahaan dengan valuasi tinggi punya semua insentif untuk melakukan IPO, karena bisa mendapatkan “uang murah” dari publik. Sementara perusahaan yang undervalued, tidak punya alasan untuk go public karena biaya modalnya (dari menjual saham) terlalu mahal.
Intinya sudah jelas: Perusahaan akan go public ketika valuasinya tinggi, bukan ketika murah. Karena alasan itu, “permainan” IPO pada dasarnya sudah tidak berpihak pada Anda. It’s a loser game.
Jadi saran saya, kalau Anda ingin mendapatkan the next something… atau perusahaan hebat berikutnya, biarkan dulu mereka go public. Tunggu saja satu, dua, atau tiga tahun, sangat mungkin pada periode-periode itu ada saatnya mereka tergelincir dan harganya jatuh ke valuasi yang masuk akal, dan di situ Anda bisa membeli dengan keyakinan lebih baik karena sudah memahami bisnisnya. Memang belum tentu 100% akan jatuh, ada yang memang secara harga naik terus tidak turun. Tapi yang seperti itu sebaiknya Anda tidak perlu terlalu memikirkannya, lupakan saja. Lebih baik Anda rela melewatkan yang “sempurna” demi mendapatkan yang “sangat, sangat, sangat bagus” tapi sempat tersandung dulu.
Thanks for reading...